Bulan puasa telah tiba, dan tarawih
menjadi momen yang paling ditunggu-tunggu oleh Indra, “Sambil ibadah, siapa tau nemu jodoh” Pikirnya. Ya, Indra adalah
jomblo sejati. Tidak ada yang meragukan itu. Setiap langkahnya, harapannya
selalu bertemu dengan jodohnya. Di manapun itu. Kapanpun itu. Bahkan, setiap
selesai ibadah, doa yang pertama kali muncul adalah meminta jodoh.
Bukannya tidak mau usaha untuk mendapatkan
pacar, tapi mau bagaimana lagi, Indra orangnya sangat pemalu dan minder. Padahal,
tampangnya tidak jelek-jelek banget, tapi tetap saja tidak pede berkenalan
dengan orang baru, apalagi cewek. Yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu ada
cewek khilaf mengajaknya kenalan.
Walaupun begitu, sebenarnya dia punya
satu cewek yang sangat dia sukai sejak SD, namanya Sarah. Indra tentu sangat
mengenalnya, mereka juga akrab, karena rumah mereka berdekatan dan sekolah di
tempat yang sama, bahkan sampai SMA. Tapi, sampai mereka lulus, Indra tidak
pernah berani mengungkapkan perasaannya kepada Sarah. Dia hanya berani
mengirimkan surat-surat tanpa nama, dulu, saat SD. Hasilnya, dia hanya bisa
menangis dalam hati ketika Sarah memutuskan kuliah di luar kota.
Dan di bulan puasa kali ini, Indra
tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk mencari˗˗minimal satu teman cewek. Dan, waktu
yang dia anggap tepat adalah saat tarawih. Harapannya, dia bisa menemukan teman
(calon jodoh) yang cantik, baik, dan sholehah.
Membayangkannya saja sudah membuatnya
senyum-senyum sendiri.
***
Sore itu, ketika azan magrib hanya
menunggu menit, Indra masih asik mandi. Sabunan tiga kali. Shampoan dua kali.
Bahkan gosok gigi setengah jam lamanya. Dia tidak mau kelihatan tidak menarik
ketika tarawih nanti. Dia ingin setiap cewek yang melihatnya berdecak kagum, lalu
mengajak kenalan. Ya, itu harapannya.
Namun, ada yang berbeda ketika pulang
tarawih malam itu. Bukannya melihat anak kecil mainan petasan atau perang sarung,
Indra malah melihat bidadari turun. Sekilas dia melihat cewek itu menoleh,
sangat cantik. Matanya langsung melotot, sarungnya hampir melorot, dan hampir
saja tercebur ke dalam got.
Seketika Indra teringat dengan
seseorang.
“Sarah?” Tanyanya dalam hati. Ada rasa
percaya dan tidak percaya dalam hatinya.
Untuk memuaskan rasa penasarannya, Indra
pun mencoba mencari kebenaran. Dia mengikuti cewek itu dari belakang. Karena
tidak berani menyapa, Indra hanya menunggu cewek itu menoleh.
“Kak, tunggu!” Tiba-tiba terdengar
suara anak kecil memanggil.
Indra langsung sadar kalau suara itu
adalah suara adiknya Sarah. Dan dia pun yakin kalau cewek di hadapannya memang
Sarah.
Tidak berselang lama, senyumnya langsung
merekah ketika cewek dihadapannya itu menoleh, dan ternyata benar, dia Sarah. Sementara
itu, Sarah terlihat bingung melihat cowok senyum-senyum di hadapannya.
Sedetik kemudia dia pun menyadari
sesuatu.
“Indra?”
“Iya,” Jawab Indra dengan riang gembira.
“Apa kabar?”
“Baik,” Jawab Sarah sambil
senyum-senyum sendiri.
“Kenapa senyum-senyum begitu? Umm… seneng
ya ketemu temen lama?”
“Sarung kamu melorot.”
Malam itu menjadi malam yang sangat
menggembirakan sekaligus memalukan untuk Indra. Meskipun begitu, dia berharap hari-hari
selanjutnya akan menjadi hari-hari yang menyenangkan.
***
Seiring berjalannya waktu, Indra dan
Sarah kembali akrab seperti dulu. Hari-hari mereka dipenuhi senyum dan tawa.
Selain pergi dan pulang tarawih bersama, sekarang mereka rajin ngabuburit
bareng, tentu dengan adiknya Sarah, sepedahan keliling taman. Dan, dari sana
Indra mulai mengkhayal untuk menjadi imam bagi Sarah, sekaigus ayah dari
anak-anak mereka nanti.
Walaupun Indra tahu khayalannya itu terlalu
tinggi dan masih terlalu dini, dia tetap mengkhayalkannya dengan riang gembira.
“Ah, nggak ada yang ketinggian buat orang
yang mau berusaha.” Pikirnya.
Sampai suatu ketika, Indra memberanikan
diri untuk menanyakan hal yang sangat ingin dia ketahui dari Sarah setelah lama
tak bertemu.
“Umm… kamu udah punya pacar?”
Sarah tidak menjawab. Dia hanya
tersenyum, membuat Indra percaya kalau dia masih punya peluang.
Malamnya, Indra mulai berpikir untuk menyatakan
perasaannya dan mengakui surat-surat tanpa nama yang pernah ia selipkan ke
dalam tas Sarah, dulu. Dia ingin menyatakannya sebelum Sarah pergi lagi. Indra
tidak mau menyesal untuk kedua kalinya.
Namun, Indra masih belum memiliki
keberanian. Dia masih terlalu takut akan resiko yang nantinya dia dapat. Sarah
marah padanya. Sarah jadi membencinya. Dan, Sarah menjauhinya. Dia belum siap
dengan semua resiko itu.
Baginya, pasti akan ada waktu yang
tepat untuk mengakui itu semua.
***
Minggu pagi, Indra baru saja selesai
mandi ketika nyokapnya memberi tahu ada tamu yang datang.
“Sarah?” Tanya Indra, setengah
terkejut. “Tumben datang pagi-pagi.”
“Iya. Aku mau ngembaliin ini.” Indra
menerima sebuah kardus kecil yang diberikan Sarah. Ketika dibuka, Indra
terkejut kerena isinya adalah surat-surat yang pernah ia berikan dulu.
“Aku tau kamu yang ngasih surat itu.
Aku juga tau kamu masih suka sama aku. Tapi, yang harus kamu tau, aku sukanya sama
cowok yang berani ngomong langsung,”
Indra langsung tersentak, merasa diberi
lampu hijau.
Belum sempat Indra bicara, Sarah keburu
melanjutkan omongannya:
“Andai dulu kamu berani ngomong
langsung, aku pasti milih kamu. Tapi, sekarang aku udah punya pacar, dan kami
ingin serius,” Sarah tersenyum. Senyum yang membuat Indra ingin menagis. “Aku
juga nggak pengen kamu nganggep aku ngasih harapan ke kamu. Maaf.”
Sarah lalu pergi sebelum Indra sempat
mengatakan apa-apa. Lagipula, hatinya yang hancur membuat mulutnya sulit
bicara. Dia hanya terdiam, memandangi Sarah yang menjauh pergi. Orang yang sangat
dia sukai menjauh pergi.
Harapannya lenyap.
“Andai
gue lebih berani,” Gumamnya,
lalu masuk ke rumah dengan rasa getir yang menyiksa.
Walaupun kejadian itu membuat hati
Indra serasa tersayat-sayat, tapi hubungannya dengan Sarah tidak berubah. Tetep
berteman, walau ada sedikit jarak. Dan Indra pun tidak berubah, dia masih rajin
ibadah dan rajin berdoa agar segera mendapat jodoh. Hanya saja, kali ini Indra
tidak hanya berdoa. Dia sadar, doa tanpa usaha, nihil hasilnya.
10 komentar
komentarsegala apapun harus dibarengi doa dan usaha :)
ReplyDuh sedih pas bagian “Andai dulu kamu berani ngomong langsung, aku pasti milih kamu. Tapi, sekarang aku udah punya pacar, dan kami ingin serius,” Sarah tersenyum.
ReplyHmmm. Tumben nih bikin cerpen. :)
ReplyYup :)
ReplySedih itu cuma halusinasi. Kalau kau benar-benar percaya, sedih sebenarnya tidak ada. #apasih
ReplyLagi kepengen aja hahaha...
Replybagus nih cerpennya :)
ReplyBaru pertama kali mampir,salam kenal :D
ReplyKeren juga cerpennya :D
Kebanyakan cewek memang kyk Sarah.
ReplyKarena si cewek enggak berani ngungkapin duluan, sedangkan si cowok kelamaan ngungkapinnya akhirnya ya begini, nyesek. Hehee :D
cewek ngasih kode.. tapi cowoknya kadang gak ngerti... wkwkwkkw
ReplyPecinta Bola Gabung di Sini